Rabu, 24 Juni 2015

Memaknai Hujan

Kami sekeluarga sedang perjalanan pulang ke rumah. Di jalan mulai mendung lalu turun hujan. Ibu-ibu bangeet, aku langsung teringat jemuran yang harusnya sudah kering dan lupa diangkat.

"Yaah hujaan jemuran gimana ini" kataku sedikit kesal.
"Alhamdulillaaaaah Allah turunkan hujan". Celetuk Kay 
Suamiku, Didinya anak-anak, ketawa geli "Jemuran basah bisa dikeringin lagi Bun"

Haiyaaaah saya jadi maluu. Hujan adalah berkah dari Allah, yah masak kita mencela berkah dari Allah.


Selasa, 23 Juni 2015

Puasa Kay Hari Pertama

Hari pertama puasa Kay berhasil satu hari penuh. Lucu ya anak kecil berpuasa hihihi. Jam 4 sore adalah jam galak Kay. Ia mulai rungsing jam2 itu.

"Kak puasa itu kita ngapain?" Tanyaku
"Belajar bersabar, bun. Tapi Kakak sudah nggak bisa sabar Bun". Rengeknya 
"Tapi kalau Kakak batal puasa kan sayang sebentar lagi buka puasa. Tapi kalau nggak tahan lagi ya minum aja" Bujukku.
"Tapi kalau Kakak makan, Allah marah nggak Bun" tanya Kay.
Aku cuma mesem aja dengernya. Tapi akhirnya Kay berhasil sampai magrib. Pun begitu di hari kedua. Selanjutnya aku biarkan ia puasa setengah hari.


Rabu, 17 Juni 2015

"Aku Semangat Puasa, Bun"

Suatu malam kami melihat arak-arakan anak kecil membawa obor. Hal itu memang nggak pernah dilihat oleh Kay, langsung saja ia pun bertanya.

**
"Apa itu Bun?"
"Anak-anak tadi mungkin mau takbiran"
"Mau ngapain?"
"Kayaknya supaya nanti anak-anak semangat menyambut Ramadhan dan semangat puasanya"
"Kakak nggak perlu yang begitu sudah semangat Bun"
"Wah hebat, anak solehah Bun"

**
"Kakak bener siap puasa?"
"Iya Kakak mau puasa"
"Kalau Bun nggak puasa dan Adek makan terus minum, Kakak nggak papa?"
"Iya gapapa kok Bun"

**

Tahap belajar puasa sebaiknya diumur 5tahun, tapi itu pun tidak dipaksa yang penting ikutkan mereka pada waktu berbuka dan waktu saur agar ikut mendapatkan keberkahan.

Kakak sudah 5 tahun punya semangat puasa bulan Ramadhan tahun ini tanpa embel-embel hadiah (untuk ibadah aku tidak pernah mengimingi hadiah). Alhmadulillah. Semoga iklas dan mampu menjalankannya. Semoga Allah mudahkan nak. 

Minggu, 14 Juni 2015

Homeschooling Diaries : KIds and Dreams





Weekend kemarin Kay mengikuti acara di sebuah sekolah. Acara tersebut tentang pengenalan berbagai profesi ke anak-anak. Ada dokter, arsitek, ilmuwan, fotografer, penulis, craftpreuner, komikus dan sebagainya. Kay memilih fotografer, craftpreuner dan penulis. Awalnya Kay memilih chef bukan penulis tapi karena sudah full gapapa deh coba yang lain. 


Pesertanya kebanyakan murid sekolah tersebut. Meskipun Kay bukan anak sekolahan tetapi kami (aku dan Didinya) menilai ia bisa beradptasi cepat, percaya diri untuk bicara, aktif. Ketika di kelas menulis, Kay bisa mengungkapkan idenya tanpa diminta. Ketika di kelas fotografer,mentornya bilang "Ibu, Kay ini berani sekali dan aktif ya". Ia bilang ke aku lebih dari dua kali kayaknya hahahaha. Kay termasuk  peseta paling kecil diantara yang lain, Kayaknya sudah usia SD. 

Jadi, meskipun anakku tidak sekolah bukan berarti kuper, nggak pede, nggak punya temen seperti kebanyakan komentar orang.Ia pun bisa berkomunikasi dengan baik meskipun dengan yang lebih tua.









Jumat, 05 Juni 2015

Pelajaran Hari Ini

Teman : Kay, nanti solat di masjid lagi yuk!
Kay : Nggak ah, aku nunggu sama Didi aja. Aku nanti nggak ada orang tuanya, nggak ada yang jagain.
Teman : Nggak papa sama aku aja, entar aku jagain.
Kay : Nggak ah, kan kalau perempuan gede solatnya lebih baik di rumah.
Teman : Ih gapapa bagusan juga solat di masjid tau.
Kay : Nggak deh aku ngikut yang bener aja (maksudnya perempuan lebih baik solat di rumah)

Aku denger percakapan ini di balik pintu sambil senyum-senyum. Solat berjamaah di masjid memang baik dan pahalanya besar tetapi itu untuk laki-laki. Dan untuk perempuan, boleh solat di masjid tapi solat yang lebih baik bagi perempuan adalah di rumah.

Dari Ibnu Umar, Nabi bersabda "Janganlah kamu sekalian mencegah isteri-isterimu ( pergi ke) masjid-masjid, namun ( ingat) rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka."
(Shahih : Shahih Abu Daud no : 530, 'Aunul Ma'bud II : 274 no : 563 dan al-fathur Rabbani V : 195 no : 1333)

**

Pengingat bisa datang dari mana dan siapa saja. Termasuk anak kecil sekali pun. Pernah nggak sih merasa "tertampar" omongan anak sendiri. Itu yang aku alami beberapa hari lalu. Kalau disadari sebenarnya, bukan orang tua yang mengajari anak tetapi justru sebaliknya anak yang mengajari orang-orang dewasa ini menjadi orang tua. Untuk menjadi dokter, akuntan, atau profesi lainnya, seseorang menempuh pendidikan tertentu untuk bisa ahli di bidang itu. Ketika membeli gadget pun ada buku panduan untuk membantu bagaimana mengoperasikannya. Tapi ketika seseorang mendapat jabatan sebagai ORANG TUA tidak punya ilmunya. Iya, nggak ada sekolah orang tua atau buku panduan menjadi orang tua yang sukses.

Kebingungan, itu yang aku alami sejak punya anak pertama, ketika ia mulai berumur setahun dua tahun. Merasa haus belajar menjadi orang tua, seminar parenting jadi incaran aku. Ilmu-ilmu parenting yang saya dapat menjadi terapan dan bekal sebagai orang tua.

Kemudian suatu saat aku merasa tertohok sekali, ketika mendengar " Rasulullah adalah manusia terbaik yang diciptakan Allah. dan Rasulullah adalah orang yang paling baik terhadap keluargannya".
Rasul adalah sosok yang lengkap. Ia adalah anak, ayah, suami, bahkan seorang kakek. Sosok beliaulah yang menjadi suri tauladan. Tetapi aku nggak pernah menghadirkan sosok Rasulullah di dalam rumah kami, hati kami sebagai orang tua. Rasanya duuuuh Nin kemane aje loooooo. Seharusnya dari Rasullah, manusia terbaik, aku mencari ilmu menjadi orang tua.

Belajar dari awal lagi, susah, karena ternyata apa yang aku dapat selama ini dari belajar parenting sana-sini berbeda dengan cara al-Quran dan Hadist, cara Rasulullah. Terkadang kita (eh kok kita saya deh, nunjuk diri sendiri), memilih segala sesuai berdasarkan bagus menurut kita sendiri. "Cocok nggak sama Gue", sadar atau tidak. Bahkan dalam memilih cara dalam mendidik dan mengasuh anak, bagus menurut kita. Tapi apakah kita sudah mengeceknya "bagus menurut kita" sudah benar? Sudahkah sesuai dengan pedoman hidup kita sesungguhnya, Al-Quran dan Hadist. *tertunduk malu*. Yah belum. Bagus menurut kita memang belum tentu benar menurut Al-Quran dan Hadist.

Seperti kata Kay, " Nggak deh aku ikut yang bener aja".