Sabtu, 12 Maret 2016

Weekend Tanpa Ke Mall : Ke Monas Bersama Mpok Siti



Mpok Siti? Siapakah dia? Ternyata Mpok Siti adalah sebutan bis tingkat yang menjadi kendaran city tour Jakarta. Disebut "Mpok" karena semua pengemudinya adalah wanita. Kebetulan kami waktu itu ada rencana mengajak anak-anak main-main ke Monas. Eh boleh juga nih sekalian mencoba naik Mpok Siti. 
Akhirnya kami mencari informasi tentang Mpok Siti via akun twitternya @CityTourJakarta tentang info dimana saja poolnya. Mpok Siti beroperasi setiap hari Senin-Sabtu mulai jam 9 pagi sampai jam 7 malam. Sedangkan hari Minggu mulai jam 12 siang. Kita nggak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun karena gratisss sodara-sodara. Sayangkan kalau yang gratis gini nggak dicoba hihihi.



Kami memilih Plaza Indonesia supaya bisa parkir mobil dengan gampang. Lokasi pool ada di depan mall. Tidak terlalu lama menunggu Mpok Siti akhirnya datang. Petugasnya
 cukup tegas tentang mengantri, yang turun lebih didahulukan setelah selesai baru penumpang naik. Nah jadi enak nggak berebutan kan yah. Penumpang yang membawa anak seperti saya jadi nyaman. Kami mendapat tempat duduk di bagian atas. Seru ya ternya hihihi emaknya norak. Waktu itu pernah sekali naik bis tingkat yang di Solo, Werkudoro namanya. Tapi anak-anak masih kecil banget jadi belum terlalu menikmati. Begitu diajak naik Mpok siti mereka seneng banget.


 

Suasana di dalam bis cukup nyaman dan bersih. Satu yang disayangkan dengan Mpok Siti, tidak ada pemandu yang menjelaskan tentang informasi tempat yang dilalui. Jadi Kami hanya melihat-lihat jalan disekitas saja. Akhirnya seperti naik kendaraan biasa. Perjalanan kami melewati Masjid Istiqlal, Pasar Baru, Museum Nasional lalu sampailah di Monas.




Akhirnya sampailah kami di Monas. Kesan pertama rame dan yang kedua panas. Minuman, jangan lupa dibawa kalau ke sini. Lumayan juga berjalan dari gerbang menuju Monasnya untung anak-anak tetep hepi-hepi aja. Ketahuan ya nggak pernah olah raga. Disuruh berjalan sedikit udah rewel emaknya hihi. 

Kami mengantri membeli tiket untuk masuk ke Monas. Tiket untuk anak/anak total sampai naik ke puncak Monas Rp 4000, Mahasiswa Rp 5000, Dewasa/Umum Rp 15.000. Wisata murah meriah kan ke Monas. Nah untuk naik ke cawan kita berjalan lagi menyusuri lorong, kemudian naik ke tangga. Wih rame ternyata dan antrian untuk naik ke puncak Monas seperti ular. Kami mengurungkan niat untuk naik. Berkeliling-keliling saja kami rasa cukup.


 


Sebelum keluar dari Monas, untuk mengusir rasa gerah, anak-anak jajan es krim sambil duduk-duduk memperhatikan orang-orang lalu lalang.  mencapai pintu keluar telah disediakan kereta yang berkeliling. Tapi tetep harus mengantri dengan tertib, soalnya cuma ada satu kereta. Nah Kereta ini berhenti di area food court. Pedagang-pedagang kaki lima ditertibkan di satu area. Tempatnya bersih dan tertata rapi. Di area food court para pedagang tertata rapi. Baju-baju bertuliskan Jakarta kebanyak yang jadi barang dijual. Makanan yang ditawarkan juga macam-macam. 







Setelah selesai jalan-jalan, kami mencari lagi pool Mpok Siti di Monas dengan bantuan petugas satpam. Kali ini menunggunya cukup lama. Mungkin sekitar sejaman baru Mpok Siti datang. Pas banget deh karena anak-anak juga sudah kecapekan berjalan. Ini cerita weekend tanpa ke mall kami. Hmm selanjutnya kemana ya?






Selasa, 08 Maret 2016

Belajar Menjahit ala Nina


Belajar menjahit selalu menjadi cita-citaku. Kendala punya anak kecil memang membuat maju mundur untuk ikutan kursus menjahit yang nggak membolehkan membawa anak kecil. Di area menjahit banyak debu benang jadi tidak aman dan nyaman bila anak-anak ada di sana.
Akhirnya aku hanya bisa melihat-lihat tutorial di youtube. Kayaknya gampang ya menjahit, kalau melihat di yutub hahaha. Aku sama sekali nggak punya basic menjahit, semakin dibuat penasaran. Belum lagi kalau beli baju anak, pasti mengira-ngira cara bikinnya. "Ah aku pasti bisa bikin sendiri", pasti di hati gitu, padahal mah keki sama harganya huahaha.


Tekad semakin bulat. Aku pun mengumpulkan pundi-pundi untuk membeli sebuah mesin jahit. Ketika dananya terkumpul dan ijin suami turun, di temani suami dan anak-anak, aku hunting mesin jahit di daerah Mangga Dua. Dari berbulan-bulan membaca review tentang mesin jahit ini-itu, tanya sana-sini. Dari rumah sudah bertekad akan beli mesin jahit itu. Tetep yaaaa, sampe sana galau juga.


Yang pertama aku bikin adalah rok-rok panjang untuk Kakak. Lumayan, bisa buat main atau pergi. Bahan yang dipilih katun jepang. Belajar dari yutub, dipantengin sampai tamat dan lulus akhirnya memberanikan diri menjahit.
Lumayaaan telah jadi beberapa rok untuk main dan pergi. Anak-anak ternyata seneng ya kalau memakai hasil karya emaknya. Bikin aku jadi semangat bebikinan lagi. Lanjut Abang minta dibikinin sarung. Polanya 11-12 dengan rok hihihi, gampang deh jadinya.




Lanjut ke model selanjutnya aku mencoba membuat celana. Huuuufff yang ini susaaah. Sudah menjahit tiga kali dan hasilnya gagal!!. Ada yang pinggang kekecilan, jahitan lepas, kependekan, kaki kanan nggak sama dengan kiri, sukses membuat aku putus asa sodara-sodaraa. Setelah mencoba kesekian kali, sedikit sukses buat celana Kakak walaupun cingkrang. Celana ini aku buat dari pasminaku yang sudah nggak dipake lagi. Yah paling nggak kalo gagal lagi, aku nggak nyesek-nyesek amat buang kain hihihi.
Sekarang mesin jahit teronggok dengan cantik. Sebenarnya pengen banget bikin dress atau gamis anak untuk Kakak dan Adek. Tapi masih belum bisa nyari waktu kosong. Adek Sarah yang masih 4 bulan jadi prioritas utama sekang. Aku menulis ini sambil mengumpulkan mood, tekad, dan waktu untuk menjahit lagi. Tunggu ceritaku selanjutnya yaaah.


Weekend Tanpa Ke Mall : Curug Cihurang Bogor

Sebenarnya ini cerita Weekend Tanpa Ke Mall kami sudah beberapa bulan lalu. Aku baru sempat menulisnya. Weekend Tanpa ke mall kali ini, kami sekeluarga kembali mengunjungi kota Bogor. Beberapa kali kami mengunjungi curug di daerah Bogor. Giliran Curug Cihurang sekarang. Berdasarkan beberapa review, curug ini tidak terlalu terjal dan aman bila membawa anak-anak. Akhirnya kami memutuskan kesana. Kami membawa tiga krucil 5th, 2th, dan 2bulan jadi mencari tempat yang senyaman mungkin.
Menuju ke lokasi Curug Cihurang, pemandangannya benar-benar memanjakan mata. Ternyata tidak perlu jauh-jauh dan bermacet-macetan ke Puncak untuk mendapatkan udara segar dan pemandangan yang indah. 



 


Berbekal google map, kami berangkat melewati jalanan naik turun, sawah, perkampungan dan akhirnya sampai di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Dari gerbang menuju Curug Cihurang, kami melewati hutan pinus yang tinggi menjulang. Cahaya matahari menerobos dari sela-sela pohon. Kami memberhentikan mobil kami sebentar untuk mengabadikan momen hihihi. Kebetulan masih sepi jadi acara foto-foto sangat leluasa deh.




Curug Cihurang adalah curug pertama yang ditemui di kawasan Taman Nasional Gn. Halimun Salak. Lokasinya dekat dengan area parkir. Sewaktu kami ke sana, pas liburan panjang. Jadi, banyak keluarga-keluarga lain yang sedang kemping. Cukup ramai, ditambah beberapa tenda berisi anak sekolah yang kemping juga.


Dari arah pintu masuk setelah membayar tiket. Kami jalan sebentar lalu sampai ke curugnya. Oh iya tiketnya sekitar Rp 15.000 rupiah. Tidak terlalu jauh memang, jalanannya pun bersabahat untuk dilalui anak-anak. Curugnya tidak terlalu tinggi. Kami main-main sebentar lalu selesai. Anak-anak tidak tahan berlama-lama karena airnya terlalu dingin. Setelah bersih-bersih dan ganti baju. Kami mencari warung makan karena kelaparan.






Warung-warung makan terdapat di area parkir. Rata-rata menjual mie instan. Tapi memang paling pas makan mie instan di tempat seperti ini, pas juga lagi laperrrr hihihi. Berbeda dengan Curug Nangka, makananya lebih variatif menunya. Mungkin kalau kesini bisa membawa bekal dari rumah.




Setelah makan, kami jalan menuju ke atas. Rencananya mau melihat air terjun selanjutnya sekalian menikmati hutan pinus. Tapi ternyata jauh juga, akhirnya hanya jalan-jalan sebentar lalu turun lagi.
Curug Cihurang, menurut saya cukup pas untuk dikunjungi bila membawa anak-anak. Medannya tidak terlalu terjal dan tidak jauh. Jadi anak-anak tidak perlu sampai naik tangga menuju ke atas. Hanya saja, areanya sangat banyak sampah, kamar mandi juga kurang memadai, dan penjual makanannya kurang variatif. Tetapi udara yang segar, hutan pinus yang keren, bau tanah yang lembab, jika ini yang kamu cari, bisa jadi alternatif mengisi weekend bersama keluarga.








Senin, 25 Januari 2016

Mainan ala Kay Ale

Masih ingatkah dulu, ketika masa kecil permainan untuk anak-anak macam-macam. Tidak perlu mainan mahal, bahkan hanya sebuah batu dan tanah lapang, kita bisa bermain seru. Aku termasuk orang tua yang ngerem beli-belian mainan untuk anak-anakku. Alasan awalnya, karena rumah kami yang tidak terlalu besar, jadi banyak menumpuk barang bikin rumah menjadi makin sempit. Mereka, Kay (5 tahun) dan Ale (2 tahun), ternyata nggak masalah dengan tidak memiliki banyak mainan seperti teman lainnya. Mereka tidak merengek membeli di toko mainan. Cukup melihat-lihat saja, "Ayo sudah kita keluar yuk", mereka nggak masalah kami tidak menenteng belanja. No tantrumlah pokoknya. Sesekali membeli mainan, kuperhatikan mainan hanya bertahan sebentar. Kadang hilang sebagian, kadang rusak, ataukadang sudah tidak suka dimainkan lagi.

Sering kuperhatikan, walaupun tanpa mainan ternyata kadang mereka sering memunculkan ide bermainan yang kadang bagi kita nggak terpikir bisa menjadi mainan. Pernah suatu ketika kami punya botol kosong, ternyata oleh Kay diisi dengan air dan manik-manik warna-warni. Cara memainkannya dengan membalik-balikkan botolnya sehingga manik-manik menjadi naik dan kemudian turun lagi.


Pernah sehabis kami jalan-jalan mencoba bis tingkat Mpok Siti. Cerita tentang Bis Tingkat Mpok Siti dari mulut mereka. Akhirnya kami mebuat bis dari bahan yang ada di rumah. Ini bis tingkat dari kotak susu bekas yang dilapisi kertas lalu Kay gambar. Setelahnya mereka warnai dengan krayon.  


Mereka mendapatkan hadiah mobil-mobilan dari Didi. Lalu meminta Didi untuk membuat lintasan balapan. Kalau yang ini emaknya angkat tangan. Nggak punya ide, makanya serahkan ke Suami sajaaah. Permintaan yang bikin Didi mereka garuk-garuk kepala karena nggak punya ide. Setelah dicoba-coba dan mencari bahan apa yang kira-kira bisa digunakan, jadilah mainan ini. Pulang dari kantor sudah ditagih oleh mereka untuk segera dibuatkan. Begitu selesai hepiiii bukan main.


Pernah suatu ketika Kay pulang dengan bercerita kalau temannya punya kartu-kartuan. Ia tidak meminta dibelikan hal serupa, cuma seperti ingin sekali punya juga. Aku memberi ide, kan Kakak bisa membuat sendiri. Jadilah mainan sederhana seperti ini. Aku menggunting dan mewarnai, Kay bertugas menggambarnya. Huaa senang sekali dia. Meskipun mainannya pun tak bertahan lama hanya beberapa minggu saja, lalu sudah tak terlalu tertarik memainankannya lagi.


Ketika bulan puasa tahun lalu, Kay baru belajar puasa. Sebentar-sebentar bertanya jam berapa sekarang, buka berapa jam lagi. Akhirnya aku ajak mereka membuat jam origami. Lumayan sekitar dua jam nggak ada pertanyaan "Jam berapa sekarang, Bun?". hihihi


Suatu ketika, Kay menolak untuk tidur siang. Ia asik sendiri dengan kertas, spidol, dan gunting. Lalu ia menunjukkan ia membuat sebuah tempat tidur. Selanjutnya ia meminta bantuanku untuk menggunting, sedang ia ingin menggambar. Jadilah ini. Semacam mainan orang-orangan waktu aku masih kecil.


Ternyata bersenang-senang untuk anak-anak bukan dengan mainan mahal. Emaknya seneng banget hihihi, kan jadi irit kalau membuat mainan sendiri. Kami pun tak selalu bisa membelikan mereka mainan. Beberapa kegiatan mereka bisa diintip diblog kami di sini. Yuk bikin mainanmu sendiri!