Sabtu, 29 Agustus 2015

Perjalanan Terberat Laki-laki


Tulisan ini diambil dari sebuah video diyutub.


Untukmu anak-anakku.
Tahukah kamu nak…?

Perjalanan terjauh dan terberat bagi seorang lelaki adalah perjalanan menuju ke Masjid.

Sebab, banyak orang-orang kaya tidak sanggup mengerjakannya.
Jangankan untuk solat sehari 5 waktu, bahkan dalam seminggu pun banyak yang melupakannya, dan tidak jarang pula yang seumur hidup tidak pernah mampir ke sana

Perjalanan terjauh dan terberat bagi seorang lelaki adalah perjalanan menuju ke Masjid.

Orang-orang pintar yang mampu melangkah dan dengan semangat membara pergi mencari ilmu hingga ke eropa, amerika, jepang, australia, korea, hingga bergelar S3 sekalipun banyak yang tidak mampu dan begitu beratnya bagi mereka untuk pergi ke Masjid.

Kerapkali para pemuda yang kuat dengan mudah menaklukan puncak gunung, namun enggan jika diajak ke Masjid dengan alasan “sebentar lagi lah solatnya” atau ada pula yang merasa tidak nyaman karena dianggap sok alim.

Maka berbahagialah dirimu, wahai anakku, bila sejak kecil engkau telah terbiasa melangkahkan kakimu ke Masjid.
Karena sejauh manapun dirimu melangkahkan kaki, tidak ada perjalanan yang paling membanggakan selain perjalananmu ke Masjid

Rahasia ini sejatinya…

Perjalanan ke Masjid adalah perjalanan menjumpai Rabbmu, sesuai dengan perintah-Nya yang diajarkan oleh nabimu, serta perjalanan yang akan membedakanmu dengan orang-orang yang lupa akan Rabbnya.

Maka lakukanlah walaupun engkau harus merangkak dalam gelap subuh demi keselamatanmu, mengarungi dunia yang fana menuju tempat keabadian (surga-Nya), serta bertemu dengan Rabbmu.

Rabu, 05 Agustus 2015

"Sayang, kamu ingin punya anak berapa?"

"Sayang, kamu ingin punya anak berapa?"

Pertanyan ini sering terlontar di tengah obrolan kami setelah menikah tetapi masih berdua belum ada si krucils. "Dua aja" kompak jawabannya seakan idealnya seperti itu. Lahirlah anak pertama kami. Lalu kedua, dan sekarang sedang menunggu kelahiran yang ketiga. Suatu hari di sebuah mall dalam perjalanan menuju parkiran pertanyaan itu terlontar lagi.

"Sayang, kamu ingin punya anak berapa?"

Jawaban berbeda yang aku dapatkan, "Nggak tau, banyak seperti keluarga mama mungkin"
Aku tersenyum. Berubah sudah padangan kami setelah beberapa tahun menikah. Aku jadi bertanya, kenapa kami mematok berapa anak yang kami punya. Seakan kami hak menentukan berapa anak yang kami Akan miliki karena kami sudah berkeluarga. Anak adalah hak Allah bukan, berapa jumlahnya, laki-laki atau perempuan. Bahkan belum memberikan keturunan pun adalah hak.

Untuk Saat ini, mempunyai tiga anak sudah termasuk banyak. Ketika satu atau dua anak saja cukup adalah slogan yang didengungkan. Sering aku mendengar respon "Wuih" ketika tahu aku sedang hamil. Aku pun dulu punya pandangan yang sama, terkesima dengan ibu beranak lebih dari empat. Untuk jaman seperti sekarang ini, bagaimana membiayainya?bagaimana mengasuhnya? 

****

Anak adalah beban ekonomi. Punya anak banyak adalah mahal. Contohnya biaya pendidikan saja untuk satu anak bisa beratus-ratus juta untuk sampai ke tingkat sarjana. Itu baru satu anak, kalau dua anak adalah sekian ratus juta. Tiga?empat? Mungkin sudah keder duluan menghitungnya. Ibu dan bapak harus bekerja keras banting tulang demi terpenuhi pendidikan yang layak dan masa depan anak akan cerah. Oh tidak, aku tidak bisa berpikir dengan kalkulator manusia untuk membesarkan anak-anakku. 

Merubah pandangan bahwa anak adalah punya anak itu mahal. Punya anak satu, dihitung-hitung biaya pendidikannya sampai sarjana adalah sekian. Anak dua, sekian rupiah. Pusingnya sekarang padahal anak pertama masih dikandungan. Maksud hati ingin terencana agar anak mendapat penghidupan yang kayak, tapi negatifnya bisa saja menganggap punya anak adalah beban. "Cukup satu Aja. Sekolah mahal, apa-apa mahaaal". Lupa bahwa rejeki pun adalah urusan Allah. Allah sudah menetapkan rejeki pada tiap makhluknya. Anak pun lahir di dunia dengan rejekinya sendiri. Seharusnya tidak boleh ada rasa takut miskin ketika memiliki anak atau bertambah jumlah anak.

Mengubah pandangan anak adalah sumber  masalah, sumber emosi negatif. Rumah berantakan, tangisan yang henti, menumpahkan sesuatu, baju yang kotor, atau tindakan-tindakan yang menyulut amarah emosi. Ketika melihat anak sebagai sumber masalah, apa pun yang dilakukannya adalah salah. Apa pun yang akan dilakukannya adalah larangan. Oh tidak, aku tidak bisa mempunyai pandangan seperti ini untuk mendidik putra putriku.

Punya anak banyak adalah repot. Tidak bisa "me time". Kemana-kemana si krucil ngintil. Untuk memenuhi kebutuhan pribadi rasanya susah mencari waktunya. Kebayang repotnya?iya, repot banget, beranak satu saja repot.Apalagi tiga, empat, lima? Oh tidak, aku tidak bisa mempunyai semua pikiran ini untuk membesarkan, mendidik, Dan mengasuh mereka. 

Anakku adalah penyejuk pandangan. Ketika bayi dibuain, ditimang-timang. Hati orang tua berbunga. Hati orang tua penuh sayang. Ketika beranjak besar, makin dipenuhi oleh tawa riang, candaan khas anak2, celoteh polos, hal-hal baru yang mereka bisa setiap hari seperti menghapus semua "kerepotan" menjadi Ibu.
"Bun, I Love you"
"Kakak tadi sudah doakan Bun ketika sholat"
"Tadi aku naik sepeda ambil bunga ini buat Bun"
Dan banyak lagi kata-kata romantis yang mengapus semua lelah menjadi Ibu.

Memahami bahwa apa yang aku lakukan sebagai Ibu adalah ibadah. Insyaallah menjadi pemberat amalanku nanti. Meniatkan mendidik mereka adalah ibadah sebagai pertanggungjawaban terhadap titipan Allah. Setiap perbuatan yang mereka lakukan adalah tanggung jawab kami, orang tuanya, di hari akhir nanti. Meniatkan semua adalah ibadah, akhirnya orang tua bisa bersungguh-sungguh dalam mendidik. Bagaimana kami akan mampu mengembalikan titipan-nya seperti Ia memberikannya pada kami. Akhirnya setiap kerepotan berubah menjadi ladang pahala. Setiap beban berubah menjadi kenikmatan menghabiskan waktu emas mereka bersama kita. Setiap keringat yang menetes mencari rejeki  yang berkah oleh si Ayah adalah pahala, 

Anakku pembuka pintu surgaku. Ketika amalan kami terputus siapa lagi yang dapat membantu kami selain doa anak-anak. Anak-anak adalah investasi. Iya investasi jangka panjang.  Dari Abu Hurairah : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Apabila manusia itu telah mati maka terputuslah dari semua amalnya kecuali tiga perkara :

1. Shadaqah jariyah

2. Atau ilmu yang diambil manfaatnya

3. Anak shalih yang mendo’akannya”
(Riwayat Muslim dan lain-lainya)


Inilah puncak tertinggi dari keutamaan-keutamaan mempunyai anak, yaitu anak yang soleh yang bermanfaat bagi orang orang tuanya di dunia dan akhirat.

*****

"Sayang, kamu ingin punya anak berapa?"

Pasrahkan saja pada Allah akan mengamanahi berapa. Tugas orang tua sekarang menambah ilmu untuk mendidik mereka sesuai fitrahnya, mendidik menjadi generasi terbaik, dan menjadi pembuka pintu surga untuk kedua orang tuanya. 

Kayyisah Dan Hijab



Suatu ketika, Kayyisah 5y berkata padaku "Bunda, kalau nanti aku keluar rumah lupa memakai jilbab, aku dilarang ya (dilarang keluar rumah)" aku tersenyum sambil menjawab iya.

Suatu ketika, ia mempertanyakan kenapa ada perempuan yang sudah dewasa tetapi tidak memakai jilbab,"Mereka belum mau melaksanakan perintah Allah nak". 

Suatu ketika, Ia berlari ke dalam rumah "Aduh auratku keliatan" karena lupa memakai jilbab.

********
Anakku tahu kah kamu ketika wahyu turun kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan jilbab kedadanya..” (QS. An-Nuur:31). 


Ayat tentang perintah untuk menutup aurat bagi wanita muslimah. Tentang ayat tersebut, Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits yang menggambarkan saat-saat setelah turunnya ayat perintah menutup aurat yang pertama, yaitu Surat An-Nuur ayat 31: “Bahwasannya ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Ketika turun ayat ‘..dan hendaklah mereka menutupkan “khumur” –jilbab- nya ke dada mereka..’ maka para wanita segera mengambil kain sarung, kemudian merobek sisinya dan memakainya sebagai jilbab.” (HR. Bukhari)

Nak, lihatlah generasi terdahulu. Ketika perintah itu datang, mereka langsung melakukannya. Tanpa mempertanyakan kenapa, buat apa, dan pertanyaan lainnya. Itulah iman nak, ketika kita meyakini tak ada lagi kata tidak siap. 

Mungkin ada yang berkata, "kasian kecil-kecil pakai jilbab, nanti nggak bisa pakai baju yang lucu-lucu". Cukuplah di rumah saja ya nak. Karena jilbabmu, Bun sering mendengar doa-doa dari orang lain kelak kamu menjadi anak yang solehah.

Mungkin ada yang berkata, "kasian kan nanti kepanasan". Ketika gerah, lepaskan sebentar tak apa nak. Kewajiban itu belum ada padamu. Kita sedang belajar untuk taat kepada Allah. Bila engkau baligh nanti, tahanlan kegerahan itu ya nak. 

Mungkin kata orang tidak keren, tidak fashionable. Tapi nak bila sesuai syariah insyaallah mulia di mata Allah. Carilah kemuliaan itu ya nak.

Nina Kurnia
4 Agustus 2015




Senin, 03 Agustus 2015

Mari Nak Kenali Penciptamu

"Adek, siapa yang ciptain matahari"
"Awoh"
"Kalo bulan?"
"Awoh"
"Yang ciptain matahari?"
"Awoh"
"Kalo kembang apa"
"Awooooh"
"Bukaaan, Bun masak kata adek kembang api Allah yang ciptain, bukan Adek! Kembang api itu manusia yang bikin. Manusia itu orang, orang itu baru Allah yang ciptain"

si bayi 2th itu entah paham apa nggak dijelasin kakaknya.

********
Anak-anakku tahu tidak nak berapa banyak muslim yang mengenal Islam selama hidupnya tetapi tidak pernah mengenal Allah sepenuhnya. Mungkin Bun dan Didimu salah satu golongan itu.
Mari nak kenali Allah sedini mungkin, ketika terlambat waktu tak akan bisa kembali lagi.

Nak, kenali Allah, kenali penciptamu. "Tak  kenal maka tak cinta". Bagaimana nanti kalian akan mencintainya-Nya bila kenal saja tidak nak. Bila cinta telah tumbuh seiring itu ada setitik iman dihatimu nak. Kelak itu menjadi bekalmu sampai akhir hayat nak.

Nak kenali Allah. Kelak kalian akan cinta kepada-Nya. Kelak apa yang kalian perbuat semata karena cinta kalian pada Allah. Rasa takut kalian akan larangan Allah atas dasar cinta kalian pada-Nya.

Nak kenali Allah, cintai Allah, sebelum kalian mengenal dan mencintai hal lain didunia ini. Kelak sebesar apa pun cintamu pada apa yang ada di dunia  tak ada yang lebih besar dari cintamu pada penciptamu. Bahkan cinta kepada kedua orang tuamu. Kelak cintailah kami karena Allah ya nak.

Mari nak, sama-sama kita kenali Allah, kita cintai Allah. Karena kami, Bun dan Didi mencintai kalian karena Allah.