Rabu, 05 Agustus 2015

"Sayang, kamu ingin punya anak berapa?"

"Sayang, kamu ingin punya anak berapa?"

Pertanyan ini sering terlontar di tengah obrolan kami setelah menikah tetapi masih berdua belum ada si krucils. "Dua aja" kompak jawabannya seakan idealnya seperti itu. Lahirlah anak pertama kami. Lalu kedua, dan sekarang sedang menunggu kelahiran yang ketiga. Suatu hari di sebuah mall dalam perjalanan menuju parkiran pertanyaan itu terlontar lagi.

"Sayang, kamu ingin punya anak berapa?"

Jawaban berbeda yang aku dapatkan, "Nggak tau, banyak seperti keluarga mama mungkin"
Aku tersenyum. Berubah sudah padangan kami setelah beberapa tahun menikah. Aku jadi bertanya, kenapa kami mematok berapa anak yang kami punya. Seakan kami hak menentukan berapa anak yang kami Akan miliki karena kami sudah berkeluarga. Anak adalah hak Allah bukan, berapa jumlahnya, laki-laki atau perempuan. Bahkan belum memberikan keturunan pun adalah hak.

Untuk Saat ini, mempunyai tiga anak sudah termasuk banyak. Ketika satu atau dua anak saja cukup adalah slogan yang didengungkan. Sering aku mendengar respon "Wuih" ketika tahu aku sedang hamil. Aku pun dulu punya pandangan yang sama, terkesima dengan ibu beranak lebih dari empat. Untuk jaman seperti sekarang ini, bagaimana membiayainya?bagaimana mengasuhnya? 

****

Anak adalah beban ekonomi. Punya anak banyak adalah mahal. Contohnya biaya pendidikan saja untuk satu anak bisa beratus-ratus juta untuk sampai ke tingkat sarjana. Itu baru satu anak, kalau dua anak adalah sekian ratus juta. Tiga?empat? Mungkin sudah keder duluan menghitungnya. Ibu dan bapak harus bekerja keras banting tulang demi terpenuhi pendidikan yang layak dan masa depan anak akan cerah. Oh tidak, aku tidak bisa berpikir dengan kalkulator manusia untuk membesarkan anak-anakku. 

Merubah pandangan bahwa anak adalah punya anak itu mahal. Punya anak satu, dihitung-hitung biaya pendidikannya sampai sarjana adalah sekian. Anak dua, sekian rupiah. Pusingnya sekarang padahal anak pertama masih dikandungan. Maksud hati ingin terencana agar anak mendapat penghidupan yang kayak, tapi negatifnya bisa saja menganggap punya anak adalah beban. "Cukup satu Aja. Sekolah mahal, apa-apa mahaaal". Lupa bahwa rejeki pun adalah urusan Allah. Allah sudah menetapkan rejeki pada tiap makhluknya. Anak pun lahir di dunia dengan rejekinya sendiri. Seharusnya tidak boleh ada rasa takut miskin ketika memiliki anak atau bertambah jumlah anak.

Mengubah pandangan anak adalah sumber  masalah, sumber emosi negatif. Rumah berantakan, tangisan yang henti, menumpahkan sesuatu, baju yang kotor, atau tindakan-tindakan yang menyulut amarah emosi. Ketika melihat anak sebagai sumber masalah, apa pun yang dilakukannya adalah salah. Apa pun yang akan dilakukannya adalah larangan. Oh tidak, aku tidak bisa mempunyai pandangan seperti ini untuk mendidik putra putriku.

Punya anak banyak adalah repot. Tidak bisa "me time". Kemana-kemana si krucil ngintil. Untuk memenuhi kebutuhan pribadi rasanya susah mencari waktunya. Kebayang repotnya?iya, repot banget, beranak satu saja repot.Apalagi tiga, empat, lima? Oh tidak, aku tidak bisa mempunyai semua pikiran ini untuk membesarkan, mendidik, Dan mengasuh mereka. 

Anakku adalah penyejuk pandangan. Ketika bayi dibuain, ditimang-timang. Hati orang tua berbunga. Hati orang tua penuh sayang. Ketika beranjak besar, makin dipenuhi oleh tawa riang, candaan khas anak2, celoteh polos, hal-hal baru yang mereka bisa setiap hari seperti menghapus semua "kerepotan" menjadi Ibu.
"Bun, I Love you"
"Kakak tadi sudah doakan Bun ketika sholat"
"Tadi aku naik sepeda ambil bunga ini buat Bun"
Dan banyak lagi kata-kata romantis yang mengapus semua lelah menjadi Ibu.

Memahami bahwa apa yang aku lakukan sebagai Ibu adalah ibadah. Insyaallah menjadi pemberat amalanku nanti. Meniatkan mendidik mereka adalah ibadah sebagai pertanggungjawaban terhadap titipan Allah. Setiap perbuatan yang mereka lakukan adalah tanggung jawab kami, orang tuanya, di hari akhir nanti. Meniatkan semua adalah ibadah, akhirnya orang tua bisa bersungguh-sungguh dalam mendidik. Bagaimana kami akan mampu mengembalikan titipan-nya seperti Ia memberikannya pada kami. Akhirnya setiap kerepotan berubah menjadi ladang pahala. Setiap beban berubah menjadi kenikmatan menghabiskan waktu emas mereka bersama kita. Setiap keringat yang menetes mencari rejeki  yang berkah oleh si Ayah adalah pahala, 

Anakku pembuka pintu surgaku. Ketika amalan kami terputus siapa lagi yang dapat membantu kami selain doa anak-anak. Anak-anak adalah investasi. Iya investasi jangka panjang.  Dari Abu Hurairah : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Apabila manusia itu telah mati maka terputuslah dari semua amalnya kecuali tiga perkara :

1. Shadaqah jariyah

2. Atau ilmu yang diambil manfaatnya

3. Anak shalih yang mendo’akannya”
(Riwayat Muslim dan lain-lainya)


Inilah puncak tertinggi dari keutamaan-keutamaan mempunyai anak, yaitu anak yang soleh yang bermanfaat bagi orang orang tuanya di dunia dan akhirat.

*****

"Sayang, kamu ingin punya anak berapa?"

Pasrahkan saja pada Allah akan mengamanahi berapa. Tugas orang tua sekarang menambah ilmu untuk mendidik mereka sesuai fitrahnya, mendidik menjadi generasi terbaik, dan menjadi pembuka pintu surga untuk kedua orang tuanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar